Minggu, 19 Januari 2020

Khuthbah Jum'at Tentang Dzikrul-Maut (Mengingat Mati) | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)


Khuthbah QUFI No. 2 : Dzikrul-Maut

Jumat, 14 Februari 2020

Oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)

bit.ly/biografibrillyelrasheed


Khuthbah Ula

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَاكِرِيْنَ ، وَأُثْنِيْ عَلَيْهِ سُبْحَانَهُ ثَنَاءَ المُنِيْبِيْنَ اَلذَّاكِرِيْنَ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهَ الْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ وَقُيُوْمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِيْنَ وَخَالِقِ الخَلْقِ أَجْمَعِيْنَ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغِ النَّاسَ شَرْعَهُ ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .


أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى ، اِتَّقُوْا الله فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ .


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah 


Allah Al-Qawiyy Subhanahu wa Ta’ala berfirman, 


كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ


"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan ganjaran kalian. Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." [QS. Ali Imran: 185]


Hidup di dunia ini hanya untuk persiapan, persiapan menjalani kehidupan setelah kematian. Jangan biarkan kehidupan dunia ini mempedaya kita hingga kita lupa dengan keharusan bersiap-siap untuk kehidupan setelah kematian. 


Orang cerdas adalah orang yang selalu sadar tujuan utama. Tidak tergoda dengan tujuan-tujuan lain di sepanjang jalan. Orang bodoh adalah orang yang sudah punya tujuan tapi lupa dengan tujuannya karena terpikat tujuan-tujuan lain. 


Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk sesering mungkin ingat mati, sebagaimana kita mesti sering ingat Allâh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ


"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian." [Sunan Ibnu Majah, no. 4.258]


Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan, 


ـ (ليكثر) كل مكلف ندبا مؤكدا وإلا فأصل ذكره سنة أيضا (ذكر الموت) لأنه أدعى إلى امتثال الأوامر واجتناب المناهي للخبر الصحيح «أكثروا من ذكر هاذم اللذات» أي بالمهملة مزيلها من أصلها وبالمعجمة قاطعها لكن قال السهيلي الرواية بالمعجمة 


“Hendaknya setiap mukallaf (orang baligh dan berakal) banyak mengingat kematian, sebagai bentuk sunnah yang dikukuhkan, bahkan sekadar mengingat mati (tanpa dilakukan secara sering) hukumnya sunnah, karena hal tersebut yang paling mendorong untuk mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan, berdasarkan hadits shahih; ‘Perbanyaklah mengingat hal yang dapat memutus kenikmatan’. Redaksi ‘hâdim’ dengan tanpa titik berarti perkara yang menghilangkan kelezatan-kelezatan dari pangkalnya, bisa juga dengan memakai titik ‘hâdzim’ yang berarti dapat memutus kelezatan-kelezatan. Namun al-Suhaili berkata, riwayat yang benar adalah dengan memakai titik,” [Tuhfah al-Muhtaj, juz 4, hal. 4, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah] 


Dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim terdapat tambahan:


أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتَ , فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ , وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ


"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu." [Shahih Al Jami', no. 1.222; Shahih At Targhib, no. 3.333]


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah


Jadi perintah untuk mengingat mati bermakna perintah untuk ingat bahwa kita akan mati dalam waktu yang tidak kita ketahui sehingga kita mesti bersiap-siap agar kematian kita dalam kondisi Husnul-Khatimah dan kita mati dengan membawa saldo tabungan tsawab yang melimpah ruah, tanpa ada dzunub Jariyah (multi level dosa). 


Salah besar igauan sebagian orang yang mereka ingat mati tapi malah berkilah, "Hidup ini tidak lama, kita akan mati, karena itu, nikmatilah hidup ini dengan banyak berzina, korup, mabuk, foya-foya, wisata-wisata, makan enak, mumpung belum mati." Betapa picik pemikiran semacam itu. 


Mengingat kematian itu sendiri sudah merupakan ibadah tersendiri. Setelah ingat mati, lalu kita memperbanyak ibadah. Itu juga luar biasa. Berarti itu nur 'ala nur, cahaya di atas cahaya. 


Dari Syadad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,


الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ المَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ


”Orang yang pandai adalah yang menguasai dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Ta’ala“. [Musnad Ahmad] 


Secara langsung, kita tergolong ke dalam kategori orang-orang bodoh ketika kita tidak berhasil untuk menguasai diri sendiri guna memperbanyak amal demi kebahagiaan dan keselamatan hidup sesudah kematian. Betul-betul Islam sangat mendesak umatnya untuk sangat prepare (persiapan) untuk kehidupan setelah mati agar jangan sampai celaka, sengsara dan nestapa. 


عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جِنَازَةٍ فَجَلَسَ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ فَبَكَى حَتَّى بَلَّ الثَّرَى ثُمَّ قَالَ يَا إِخْوَانِي لِمِثْلِ هَذَا فَأَعِدُّوا


Dari Al Bara’, dia berkata, Kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu jenazah, lalu Beliau duduk di tepi kubur, kemudian Beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu Beliau bersabda, “Wahai, saudara-saudaraku! Maka persiapkanlah untuk yang seperti ini!” [Sunan Ibnu Majah, no. 4.190] 


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah


Diantara momen dimana kita harus sangat aware dengan kematian adalah saat shalat. Bahwa sebelum kita bertakbir, selama shalat hingga salam, kita tertuntut untuk mengingat mati, kalau-kalau shalat yang sedang kita kerjakan adalah shalat terakhir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه


“Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” [Musnad Al Firdaus li Ad Dailami] 


Bila sepanjang shalat kita diperintahkan untuk mengingat mati, lebih-lebih di luar shalat. Sebab di luar shalat, kita lebih banyak terlalaikan dengan aktifitas duniawi. Sementara saat shalat kita lebih mudah ingat mati karena dalam shalat kita pasti ingat Allâh, dimana jika kita mati, maka pasti kita kembali kepada-Nya, dengan membawa amal baik yang banyak atau amal buruk yang justru lebih banyak. 


Kendari di luar shalat, kita pun sering diingatkan oleh Allâh Al-Hadi dengan beragam peristiwa yang sudah seharusnya membuat kita ingat mati dan ingat kehidupan setelah mati. Mulai dari peristiwa kematian wajar, kematian kecelakaan, kematian karena sakit, kematian mendadak, kematian massal, kematian indah dalam ibadah, kematian busuk dalam maksiat, kematian orang-orang terdekat, kematian ulama, kematian anak kecil atau remaja, kematian orang-orang tua, dan lain sebagainya. 


Betapa banyak pengingat kematian, hanya saja kita sering tidak sadar bahwa itu peringatan dari Allâh Al-Qadir agar kita ingat bahwa kita juga akan mati sehingga kita harus bersiap-siap dengan memperbanyak amal baik dan mempersedikit amal buruk hingga nol demi kebahagiaan dan keselamatan hidup setelah mati kita. 


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah


Allâh Al-Mushawwir berfirman, 

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ


"Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." [QS. Al Jumu’ah: 8].


Semoga Allâh Al-Barr mengaruniakan kepada kita kecerdasan sehingga kita bisa sangat mawas diri dengan banyak ingat mati dan ingat banyaknya kebutuhan hidup setelah mati yang hanya bisa tercukupi dengan banyak amal baik yang bisa mengundang rahmah, maghfirah dan fadhilah dari Allâh. 


أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْم، وَنَفَعَنابه وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم، فتقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ تعالى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ. البَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ، و الحمد للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. 


Khuthbah Tsaniyah

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ


فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْ اللهَ، اِتَّقُوْ اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، أَعُوْذُبِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ،


نَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَرْزُقَنَا وَإِيَّاكُمْ خَشِيَتَهُ فِي الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ، وَأَنْ يَجْعَلَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنْ عِبَادِهِ المُتَّقِيْنَ وَأَنْ يَهْدِيَنَا جَمِيْعاً سَوَاءَ السَّبِيْلِ ، وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَحِمَكُمُ اللهُ – عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ))


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.


اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ


عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ


Follow instagram.com/pejuangshalatsunnah untuk mendapatkan booster semangat merutinkan shalat wajib dan shalat sunnah.


Senin, 13 Januari 2020

Janda Beranak Siap Dipoligami Pria Beristri dan Beranak Karena CLBK di Depan Ka'bah | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)

🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠🏠

🇯 🇦 🇳 🇩 🇦  🇧 🇪 🇷 🇦 🇳 🇦 🇰  
🇸 🇮 🇦 🇵  🇩 🇮 🇵 🇴 🇱 🇮 🇬 🇦 🇲 🇮  
🇸 🇮 🇷 🇷 🇮  🇵 🇷 🇮 🇦  
🇧 🇪 🇷 🇮 🇸 🇹 🇷 🇮  🇩 🇦 🇳  
🇧 🇪 🇷 🇦 🇳 🇦 🇰  
🇨 🇱 🇧 🇰  🇩 🇮  
🇩 🇪 🇵 🇦 🇳  🇰 🇦 🇧 🇦 🇭  

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/6/I/20/QUFI
Topik: 1⃣ _Konsultasi Syariah & Fiqih (KASYAF)_
Rubrik: _quantumfiqihibadah_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌

Konsultasi Syariah & Fiqih (KASYAF) No. *330 - Janda Beranak Siap Dipoligami Sirri Pria Beristri dan Beranak CLBK di Depan Ka'bah*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
Assalamualaikum
🚗 Sy seorang janda sdh 2th dan 1 th ini kenal dg seorang pria yg sdh punya istri dan kami ber komitmen mau menikah. Ttp ada kendala dari ibu nya  dan istrinya blm menyetujui Dan sy  berat melangkah kalo tdk dpt ijin dari ibu nya pria tersebut ..  Apakah menikah tanpa restu ibu nya pernikahan kami bermasalah ... ?  Motivasi sy untuk menikah dg pria itu ingin mengajak dia keluar dari zona riba karna beliau pengusaha jual beli mobil dg pinjaman bank yg  ber em em. Status sy janda bercerai hidup sy punya anak 3 orang laki2 semua anak sy yg nmr 1 dan 2 sdh kuliah dan yg kecil smp daqu klas 3. Status pria  Punya anak 5 .. Anak 1 dan 2 dari istri 1 ttp sdh bercerai .. 5 menduda menikah lagi atas pilihan ibunya dan punya anak 3 orang  Kami sering wa vc dan tlp Sy sdh jengah dan takut dg dosa kami ..  Mhn solusi nya pak ustadz Pria ini tinggal nya di padang  dan sy di bogor 
Kalo kami menikah dg jarak yg lumayan jauh pasti ada resiko yg harus kami tanggung dan kami berencana menikah siri dl .. klg besar dari masing2 klg blm kami beri tau..  Itu baru rencana ..  Niat sy hanya ingin menjadi jalan kebaikan . Dan tdk ada niat merusak rmh tangga mereka ..  Sy sdh pernah bertemu dg ibu beberapa kali  Dg istrinya sy sempat ketemu waktu lagi sm2 ber haji di mekah dan saat itu sy blm ada rasa dg pria itu .. ttp pria itu kata nya sdh ada rasa kpd sy  Pria itu teman waktu sekolah smp dan sekian puluh tahun ga ketemu ya ketemu nya di masjidil haram bersama istrinya. Sy ingin bergandengan tangan sm istri nya untuk menemanin memotivasi mendukung pria ini bisa keluar dari pengusaha yg banyak riba nya ..  Usaha ini sdh di jalanin ber tahun tahun.. Orang tua sy sdh meninggal sy punya kakak dan sy sudah sampaikan niat baik sy ke kakak dan anak2 sy .. pd intinya mereka tdk melarang asal jangan sampai merusak rmh tangga mereka yg skr. Sy punya klinik sy bidan praktek .. jadi sy tdk lah tergiur dg harta yg dia miliki pak ustadz

📝 Ditanyakan oleh Ibu *S* di Bogor pada _1 Nopember 2019_ via Whatsapp

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
Wa'alaikumussalam
🍅 Ibu mohon maaf baru sempat membaca pertanyaan Ibu karena banyaknya orang yang berkonsultasi dan juga kegiatan pesantren saya. Berarti, inti pertanyaannya, sahkah pernikahan Ibu S. tanpa restu dari calon mertua dan istri resmi calon suami? 

🥯 Intinya, sah pernikahan tanpa restu orang tua suami. Ini soal sah atau tidak ya. Tapi dalam kehidupan sehari-hari rumah tangga, tentu tidak hanya soal Aqad nikahnya, ada banyak dimensi yang harus dipikirkan. Apalagi, bukankah akan berat bila ternyata setelah menikah, mertua malah memusuhi Ibu S.? 

🍉 Lebih dari itu, memang Poligami secara syariat tidak diwajibkan ada izin dari istri2 yang sudah lebih dulu dinikahi suami. Pernah kami jawab dalam salah satu Konsultasi. Namun secara Fiqih, izin istri2 pendahulu itu wajib. Lalu kemudian, bila disepakati akan nikah sirri, bukankah potensi kerugian di kemudian hari, hanya akan ditanggung sendiri oleh Ibu S., bahkan juga akan ditanggung anak2 Ibu?

🧀 Sudah ada hampir 400 tanya jawab yg saya sampaikan secara tertulis, dari 400 tersebut, ada sekitar 20an tanya jawab yang isinya seputar nikah sirri, hampir semua wanita yang dinikahi sirri Menyesal. Bukan nikah Sirri itu haram mutlak, tapi makruh saja, apalagi bila berdampak/berpotensi buruk, bisa makruh li at-tahrim (mendekati haram). 

🥑 Lagipula, niat untuk membantu Sang Pria Idaman bisa terbebas dari riba itu kan tidak harus dengan berusaha menjadi istrinya kan? Kami menduga, niat tersebut bukan tujuan utama pernikahan yang diidam-idamkan. Semoga dugaan kami salah. Kalau memang betul-betul niat hanya untuk membantu Sang Pria Idaman terbebas dari riba kan, bisa dengan melalui istrinya.

🍇 Kami tetap menghargai Ibu S. yang ingin mengesahkan hubungan. Hanya saja, menjadi istri KEDUA apalagi SIRRI itu superberat lho. Amat sangat tidak mudah. Tidak seindah yang dibayangkan. Saran kami, kalau memang sudah bulat tekad untuk jadi istri kedua, tempuhlah jalur resmi dan tercatat di KUA, demi keamanan diri dan anak2. 

🎪 Apa yang terjadi di depan Ka'bah TIDAK SELALU berarti itu pilihan terbaik dari Allâh yang harus dan tidak boleh tidak kita tindak lanjut. Tidak selalu. Abdullah bin Az-Zubair dulu wafat terbunuh oleh Al Hajjaj di depan Ka'bah. Padahal 'Abdullah bin Az-Zubair adalah cucu dari Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

📦 Jujur, semua laki2, sejak zaman Nabi Adam itu sudah tabiatnya senang bila punya istri banyak. Hanya saja, tidak semua laki2 itu berhasil bertanggung jawab dengan baik terhadap semua istri dan anak2nya.

📜 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
_“Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang diantara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.”_ *[Sunan Abu Dawud no. 2133]*

🛍 Menurut kami, sebaiknya, jalani dulu pendekatan dengan istrinya, betul-betul pendekatan yang Ikhlash lillah, setahun, dua tahun, tiga tahun. Sambil lalu saja, tidak perlu gencar. Sepanjang Ibu S. masih mampu bekerja menafkahi diri sendiri dan anak2. Sembari disertai doa yang kuat untuk cita2 tersebut, setahun, dua tahun, tiga tahun. 

🍩 Berkomunikasi dengan istrinya cukup tanpa sepengetahuan Sang Pria Idaman. Agar keikhlashan Ibu tetap terjaga. Ikhlash dalam mendakwahkan haramnya riba. Nanti Allah yang atur gimana masa depan Ibu. Istikharah jangan lupa. 

🕋 Allah sudah berjanji akan membereskan urusan orang-orang yang mau pasrah kepada-Nya, 
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
_“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”._ *[QS. Ath-Thalaq: 3]* Sebaliknya, bila kita pasrah kepada diri kita sendiri alias tidak bergantung kepada Allâh, malah merasa diri kita pasti bisa membereskan urusan kita sendiri, Allâh akan jadikan urusan kita tidak beres. 

🔮 Soal CLBK atau ketertarikan, coba dilumpuhkan alias dilupakan dulu, tentu Ibu S. sudah menyadari, pernikahan itu sebenarnya bukan untuk melampiaskan rasa cinta, tapi pernikahan itu untuk menjalankan perintah Allah. 

🏮 Bila pernikahan tidak karena ingin menjalankan perintah-perintah Allah, maka pernikahan dan usaha mempertahankan pernikahan akan menjadi terasa sangat berat dan menyakitkan. 

📒 Yahya bin Yahya An Naisaburi mengatakan bahwa beliau berada di dekat Sufyan bin Uyainah ketika ada seorang yang menemui Ibnu Uyainah lantas berkata, “Wahai Abu Muhammad, aku datang ke sini dengan tujuan mengadukan fulanah -yaitu istrinya sendiri-. Aku adalah orang yang hina di hadapannya”. Beberapa saat lamanya, Ibnu Uyainah menundukkan kepalanya. Ketika beliau telah menegakkan kepalanya, beliau berkata, “Mungkin, dulu engkau menikahinya karena ingin meningkatkan martabat dan kehormatan?”. “Benar, wahai Abu Muhammad”, tegas orang tersebut. Ibnu Uyainah berkata, “Siapa yang menikah karena menginginkan kehormatan maka dia akan hina. Siapa yang menikah karena cari harta maka dia akan menjadi miskin. Namun siapa yang menikah karena agamanya maka akan Allah kumpulkan untuknya harta dan kehormatan di samping agama”. *[Tahdzib Al-Kamal 11/194-195, Maktabah Syamilah]*

📜 Nabi Muhammad bersabda, 
لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُرْدِيهِنَّ ، وَلَا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيهِنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ لِلدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْقَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
_“Janganlah kalian menikahi perempuan karena cantiknya. Boleh jadi kecantikan tersebut akan membinasakannya. Jangan pula karena hartanya karena harta boleh jadi akan menyebabkannya melampaui batas. Menikahlah karena agama. Sungguh budak hitam yang cacat namun baik agamannya itu yang lebih baik”_ *[Sunan Ibnu Majah no 1859]* 

♻ Usia kami masih lebih muda dari Ibu, kami hanya mencoba menjawab berdasarkan ilmu. Kami yakin, asam garam kehidupan, Ibu sudah lebih tahu. Kami bukan menghalang-halangi niat baik Ibu S. Hanya kami ingin berbagi ilmu. 

📝 Dijawab oleh *UBER* (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 Follow aneka medsos kami di kontakk.com/@quantumfiqih

🌸 Belanja di *GUDANG KITAB SUCI* untuk mendukung Quantum Fiqih Islamic Broadcast. Kepoin Instagram @gudangkitabsucialquran atau langsung order via https://wa.me/6282140888638?text=Assalamu%27alaikum

Jumat, 10 Januari 2020

Khawatir Kena Najis Saat Berinteraksi Bertransaksi Berhubungan Bermuamalah dengan Orang Kafir Nonmuslim | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)


Konsultasi Syariah dan Fiqih No. 337 - Khawatir Kena Najis Saat Bermuamalah dengan Orang Kafir


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

_Pertanyaan_

Assalamualaikum ustadz

Ustadz saya mau bertanya: Satu, bagaimana semisal kita naik gojek online yang mana sopirnya itu orang Kafir. Saya khawatir ada najis besar. Dua, Misalkan dijalan ada mobil yg ngangkut anjing-anjing. Nah misal kita bermotor lewat berpapasan dgn mobil tersebut. Kan suka anginan klo berkendara. Apakah membuat pakaian kita mnjd najis? Tiga, adik saya kan punya teman. Namanya adit. Adit punya anjing di rumahnya. Nah adik saya sering ikut naik motor adit saat pergi dan pulang sekolah. Apakah pakaian adik saya sewaktu duduk dimotor adit jadi najis besar? Saya was-was mungkin pada saat sehabis bermain dgn anjingnya atau keluarga si adit menaiki motor trsbut dlm keadaan pakaiannya tdk suci. Empat, misal, kita bertamu kerumah orang yang memelihara anjing dirumahnya. Lalu kita duduk di sofa nya, kan mungkin anjingnya pernah diletakkan di sofa ataupun orang dirumah tersebut yang bersentuhan lsg dgn anjing lalu ddk di sofa. Apakah menjadikan kita yg duduk di sofa tersebut menjadi najis besar? Lima, Misal kita beli barang di online shop, dan ternyata yg jual orang kafir. Berkaitan dgn najis itu bagaimana ustadz?


Ditanyakan oleh *saudara Adam* (+62 895-0280-9928) pada _8 Januari 2020_


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

_Jawaban_

Wa'alaikumussalam 

Kami salut dengan Mas Adam yang punya perhatian besar terhadap kesucian segala sesuatu. Indikasi kuat bahwa Mas Adam ingin menjadi hamba terbaik. Kita sudah sama-sama tahu bahwa shalat hanya sah bila kita suci. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi bersabda,

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ 

“Tidak diterima shalat tanpa bersuci.” [Jami’ At-Tirmidzi]


Para ulama menjabarkan, bila hendak shalat, kita wajib bersuci dalam tiga: badan, pakaian dan tempat. 


Untuk dipahami, bahwa menjadi hamba terbaik itu selain harus menjaga kesucian juga mesti menimba ilmu. Beruntung Mas Adam mau bertanya hukum agama kepada kami. 


Sebelum menjawab, pertanyaan dari kami: Memangnya pakaian kita terkena najis dari anjing? Di motornya ada najisnya? Kira2 di sofa tersebut ada bekas najis anjing ga? Kira2 di produk dari online shop tersebut Saat diterima mas Adam, ada najisnya? 


Cara menyikapi kemungkinan-kemungkinan najis itu bagaimana? Ya tidak bagaimana-bagaimana, kan tidak ada najisnya. Baru berstatus hukum tidak suci alias najis kalau ada dzat najisnya. Kalau mengikuti kekhawatiran terus, maka setiap saat berarti kita dalam keadaan najis, sebab dimana2 ada najis dan kita BISA JADI tidak sadar kalau ketempelan najis.


Untuk dipahami, bahwa beragama itu bukan berdasarkan waswas, khawatir, jangan-jangan semata, tapi mesti dengan ilmu dan keyakinan. Beruntung Mas Adam bertanya sehingga bisa memiliki ilmu tentang hal penting ini. 


Segala sesuatu dianggap suci kalau tidak ada bukti adanya najis. Kita hanya DIWAJIBKAN mensucikan najis yang kelihatan atau ada bekasnya atau ada baunya. Kalau tidak ada najis maka apapun dianggap suci oleh agama kita. 


Ulama seluruh dunia sejak zaman atba' tabi'in hingga hari ini dan akhir zaman telah sepakat dengan sebuah prinsip, 

الأصل في الاعيان الاباحة و الطهارة

"Pada asalnya, segala sesuatu itu boleh dan suci."


Kami juga pernah memaparkan dalam Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) No. 224, bahwa

اليقين لا يزول بالشك 

“Sesuatu yang sudah diyakini maka tidak bisa hilang karena sesuatu yang ragu2.”
Dan

الاصل بقاء ما كان على ما كان

“Pada asalnya sesuatu statusnya tetap seperti adanya”
Dan

الحكم الحادث الى السبب المعلوم لا الى المقدر المظنون

“Hukum yang baru didasarkan pada sebab yang sudah diketahui, bukan berdasarkan ukuran-ukuran yang hanya dugaan.” 

Dan

نحن نحكم بالظواهر و الله يحكم بالاسرائر

“Kita menghukumi berdasarkan yang zhahir dan Allah menghukumi berdasarkan yang tidak zhahir.”
Dan masih banyak dalil lainnya dari para ulama

Jadi bagaimana pun kondisinya, yg penting ndak kelihatan ada najis berarti suci. Imam An-Nawawi menjelaskan,

اسْتِحْبَابُ الِاحْتِيَاطِ فِي الْعِبَادَاتِ وَغَيْرِهَا بِحَيْثُ لَا يَنْتَهِي إلَى الْوَسْوَسَة

“Diperbolehkan berihthiyath (berhati-hati) dalam masalah ibadah dan yang lain tapi jangan sampai mengakibatkan waswas.” [Al-Majmu’]


Tolong diingat baik2 ya dalil-dalil fiqih ini, bahwa PADA ASALNYA segala sesuatu itu boleh dan suci, Baru Njenengan 'boleh' waswas jangan2 najis kalau ada INDIKASI najis. Kalau tidak ada indikasi najis ya berarti suci dan Njenengan ga bakalan berdosa andaikata ternyata benar-benar ada najis, sebab kondisinya tidak tahu. 


Bersamaan dengan itu, bermuamalah, berinteraksi, bertransaksi dengan non-Muslim alias kafir itu boleh dan tidak perlu khawatir ada najis pada tubuh, pakaian, barang maupun tempat milik non-Muslim tersebut kecuali benar-benar kelihatan, terasa atau tercium najis. 


Kenapa bisa seperti itu status hukumnya? Bisa, karena memang begitu. Kita baca bareng-bareng ya nash-nash berikut ini. 


Imam Al-Bukhâri telah meriwayatkan dalam kitab Al-Buyû’ Bab Asy-Syirâ` wa Al-Bai’ ma’a Al Musyrikîn wa Ahli Al-Harb dari Abdurrahmân bin Abi Bakar Radhiyallahu anhu beliau berkata, 


كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ جَاءَ رَجُلٌ مُشْرِكٌ مُشْعَانٌّ طَوِيلٌ بِغَنَمٍ يَسُوقُهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” بَيْعًا أَمْ عَطِيَّةً؟ – أَوْ قَالَ: – أَمْ هِبَةً “، قَالَ: لاَ، بَلْ بَيْعٌ، فَاشْتَرَى مِنْهُ شَاةً


Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang musyrik berambut panjang sekali (atau berambut acak-acakan) membawa kambing yang digiringnya. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Silahkan dijual atau diberikan? Atau berkata: atau dihadiahkan?" Maka ia menjawab, "Tidak. Tapi dijual." Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli darinya seekor kambing. [Shahih Al-Bukâhri  4/410 no. 2216].


Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ، وَارْتَهَنَ مِنْهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ


Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan hutang dan orang yahudi mengambil baju besi beliau sebagai gadai jaminannya [Shahih Al-Bukhari].


Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Al-Janâ`iz dari Anas Radhiyallahu anhu, beliau berkata, 


كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: «أَسْلِمْ»، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ.


Dahulu ada seorang anak Yahudi biasa membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Suatu saat ia sakit, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata kepadanya: Masuklah ke dalam Islam! Lalu anak tersebut melihat kepada bapaknya yang berada di sampingnya. Sang bapak berkata kepadanya: Taatilah Abul Qasim . Lalu ia masuk Islam. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar sembari berkata, "Segala puji bagi Allâh yang telah menyelamatkannya dari neraka." [Shahihl-Bukhâri 3/219 no. 1356].


Imam Al-Bukhâri juga meriwayatkan kisah Abu Thâlib ketika sakaratul maut, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjunginya dan menawarkan Islam kepadanya [lihat Shahih Al-Bukhâri 3/222 no. 1360].


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai baju buatan Yaman sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit, beliau keluar memakai baju qithriyyah (yaitu baju bercorak dari Yaman yang terbuat dari katun) [Mukhtashar Asy Syamail hal. 49]. Perlu diketahui bahwa kebanyakan penduduk Yaman ketika itu adalah orang-orang kafir.


Diceritakan oleh Buraidah, 

أن النجاشي أهدى النبي صلى الله عليه و سلم خفين أسودين ساذجين فلبسهما ثم توضأ ومسح عليهما 

“Raja Najasyi pernah memberi hadiah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana, kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut.” [Mukhtashar Asy Syamail hal. 51] 


Masih ada beberapa nash lainnya. Walhasil, tidak perlu takut berinteraksi dengan orang-orang kafir kecuali mereka memusuhi kita dan ada najis pada tubuh, pakaian, barang maupun tempat mereka. 


Didalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, disebutkan bahwa bermuamalah dengan orang-orang kafir adalah dibolehkan. Telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau saw pernah membeli barang dari seorang Yahudi hingga waktu yang dimudahkan.” Terdapat pula riwayat bahwa Nabi saw pernah membeli makanan dari seorang Yahudi hingga waktu yang akan datang dan beliau menggadaikan baju besinya.” Ini merupakan dalil dibolehkannya bermuamalah dengan mereka (orang-orang Kafir).


Adapun tentang kekhawatiran anda terhadap barang-barang yang dibeli dari orang-orang non muslim kemungkinan terkena najis dari binatang-binatang piaraan mereka yang diharamkan islam, seperti : anjing atau babi maka tidaklah berpengaruh


Apabila barang-barang yang dibeli dari mereka terkena oleh najis anjing atau babi dan najis tersebut masih basah maka diharuskan bagi si pembeli untuk mensucikannya dengan air tujuh kali yang salah satunya adalah dengan tanah. Dan jika najis tersebut sudah kering atau tidak lagi tampak bekas-bekasnya pada barang tersebut maka hal itu tidaklah mengapa dan tidak perlu dicuci dengan tanah tujuh kali yang salah satunya dengan tanah.


Sedangkan apabila barang tersebut hanya sebatas tersentuh oleh badan anjing atau babi baik anda mengetahui atau tidak mengetahuinya maka hal demikian tidaklah menjadikan barang itu najis dikarenakan yang najis dari kedua binatang itu bukanlah bulu atau badannya akan tetapi pada air liur dan dagingnya, sebagaimana pendapat para ulama Hanafi dan riwayat kedua dari Imam Ahmad bin Hambal serta yang dipilih oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.


https://m.eramuslim.com/ustadz-menjawab/membeli-barang-dari-non-muslim.htm


Pun begitu, kita hanya diwajibkan menghilangkan najis dan mensucikan tempat tertentu bila tempat tersebut hendak kita gunakan sebagai tempat shalat. 


قَالَ ابْنُ عُمَرَ كُنْتُ أَبِيتُ فِي الْمَسْجِدِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكُنْتُ فَتًى شَابًّا عَزَبًا وَكَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ

Ibnu Umar berkata, “Aku dulu bermalam di masjid di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika itu aku masih muda dan bujangan, dan anjing-anjing kencing (di luar masjid). Lalu keluar masuk masjid, akan tetapi mereka (para sahabat Nabi) sama sekali tidak memercikkan air (di masjid) karena hal itu”. [Sunan. Abu Dawud No. 382 dan Shahih Ibnu Hibban No. 1656] 


قَالَ كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ‏


Pada masa Rasulullah, anjing-anjing biasa buang air kecil, dan melewati masjid-masjid (datang dan pergi), tetapi mereka (sahabat) tidak pernah memercikkan air di atasnya (urin anjing) [Shahih Al Bukhari no. 174] 


Syaikh Muhammad Asyraf ‘Azhim Abadi menjelaskan hadits ini, 


وَالْحَدِيثُ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ إِذَا أَصَابَتْهَا نَجَاسَةٌ فَجَفَّتْ بِالشَّمْسِ أَوِ الْهَوَاءِ فَذَهَبَ أَثَرُهَا تَطْهُرُ إِذْ عَدَمُ الرَّشِّ يَدُلُّ عَلَى جَفَافِ الْأَرْضِ وَطَهَارَتِهَا


“Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa tanah yang terkena najis ketika najisnya sudah kering karena matahari atau karena angin, maka hilanglah efek kenajisannya, dan tanah tersebut menjadi suci, karena (dalam hadits disebutkan) tidak diperciki air, dan itu menunjukan telah keringnya tanah dari najis, dan menunjukan akan sucinya juga.”


قَالَ الْخَطَّابِيُّ فِي مَعَالِمِ السُّنَنِ وَكَانَتِ الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ عَابِرَةً إِذْ لَا يَجُوزُ أَنْ تَتْرُكَ الْكِلَابُ انْتِيَابَ الْمَسْجِدِ حَتَّى تَمْتَهِنَهُ وَتَبُولَ فِيهِ وَإِنَّمَا كَانَ إِقْبَالُهَا وَإِدْبَارُهَا فِي أَوْقَاتٍ نَادِرَةٍ وَلَمْ يَكُنْ عَلَى الْمَسْجِدِ أَبْوَابٌ تَمْنَعُ مِنْ عُبُورِهَا فِيهِ


“Al-Khaththabi berkata dalam kitab beliau Ma’alim As-Sunan, dulu anjing-anjing kencing di masjid, anjing tersebut datang dan pergi melewati masjid. sebenarnya tidak diperbolehkan anjing dibiarkan berlalu lalang di masjid sehingga masjid akan hina, akan tetapi (yang ada dalam hadits ini) merupakan kondisi yang jarang, dan di waktu itu masjid belum ada pintu yang bisa menghalangi anjing-anjing tersebut.”


Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, 

والأقرب أن يقال: إن ذلك كان في ابتداء الحال على أصل الإباحة، ثم ورد الأمر بتكريم المساجد وتطهيرها وجعل الأبواب عليها،

فاشار إلى أن ذلك كان في الابتداء، ثم ورد الأمر بتكريم المسجد حتى من لغو الكلام، وبهذا يندفع الاستدلال به على طهارة الكلب.

“Pendapat yang paling mendekati kebenarab adalah bahwa hal ini terjadi di awal-awal (dibangunnya masjid), berdasarkan prinsip bahwa semua hal diperbolehkan (kecuali ada bukti yang bertentangan), maka ketika perintah turun untuk menghormati dan memurnikan masjid, dibuatlah pintu-pintu masjid (agar anjing tidak bisa masuk)” [Fat-h Al-Bari, 1/279] 


Dalam fiqh madzhab Syafi’i, menjadi najisnya suatu tempat sebab bersentuhan dengan anjing, disyaratkan salah satunya dalam kondisi basah. Sehingga jika anjing masuk ke masjid dan tidak diketahui secara pasti menjilat-jilat karpet dan semisalnya di area masjid, maka masjid tersebut tetap dihukumi suci.


Seluruh bumi adalah masjid dan suci kecuali bila terdapat najis dan harus disucikan dari najis bila hendak ditempati untuk shalat.


أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ

Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku; aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari ummatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat. Dihalalkan harta rampasan untukku, para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku diberikah (hak) syafa’at”. [Shahih Al-Bukhari] 


Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk shalat) kecuali kuburan dan tempat pemandian” [Sunan At-Tirmidzi no. 317; Sunan Ibnu Majah no. 745]


Mungkin Mas Adam masih bertanya, bukankah orang-orang musyrik itu najis? Betul, Allâh Al-Jalil berfirman, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis. Oleh karena itu, janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.” [QS. At-Taubah: 28] 


Untuk memahami firman Allah Al-Hasib ini, kita mesti melihat bagaimana Rasulullah dan para shahabat Beliau. 


أُتِيَ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ بَعْضَهُ وَنَاوَل الْبَاقِيَ أَعْرَابِيًّا كَانَ عَلَى يَمِينِهِ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَهُ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَشَرِبَ وَقَال : الأْيْمَنَ فَالأْيْمَنَ


Rasulullah diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian lalu disodorkan sisanya itu kepada a’rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata,’Ke kanan dan ke kanan’. [Shahih Al-Bukhari] 


Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

بَعَثَ النَّبِيُّ خَيْلاً قِبَلَ نَجْدٍ، فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ، فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ فَقَالَ: أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ !فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنَ الْمَسْجِدِ، فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim pasukan berkuda ke arah Najd. Kemudian pasukan tersebut kembali dengan membawa seorang tawanan dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal. Mereka lantas mengikatnya di salah satu tiang Masjid Nabawi. Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemuinya, beliau berkata, ‘Bebaskan Tsumamah!’ Lalu Tsumamah beranjak ke pohon kurma yang tidak jauh dari Masjid Nabawi, mandi, lalu masuk masjid, lantas berkata, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah’.” [Muttafaq ‘Alaih] 


Di dalam hadits ini, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikat tubuh Tsumamah yang masih kafir di salah satu tiang masjid. Seandainya fisik orang kafir itu najis, tidak mungkin ia dimasukkan ke Masjid Nabawi yang suci.


Imam An-Nawawi berkata, “Hadits ini menunjukan bolehnya mengikat tawanan dan menahannya, serta bolehnya memasukkan orang kafir dalam masjid. Dan Madzhab Imam Asy-Syafi’i adalah bolehnya memasukan orang kafir dalam mesjid dengan idzin seorang muslim, sama saja apakah orang kafir tersebut dari kalangan Ahlul Kitab atau selain mereka” [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 12/87, lihat perkataan Imam As-Syafi’i dalam Al-Umm 1/54] 


Demikian juga Imam Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya memberi judul sebuah bab dengan judul, 


بَابُ الرُّخْصَةِ فِي إِنْزَالِ الْمُشْرِكِيْنَ الْمَسْجِدَ غَيْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِذَا كَانَ ذَلِكَ أَرْجَا لإسْلاَمِهِمْ وَأَرَقَّ لِقُلُوْبِهِمْ إِذَا سَمِعُوا الْقُرْآنَ وَالذِّكْرَ


“Bab rukhshahnya memasukan kaum musyrikin ke dalam masjid selain al-masjid al-haram jika dengan hal itu diharapkan mereka lebih mudah masuk islam dan lebih melembutkan hati mereka tatkala mereka mendengar Al-Qur’an dan dzikir (mau’izhah)”


Lalu beliau membawakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Nabu bernama Utsman bin Abi Al ‘Ash, 


اَنَّ وَفْدَ ثَقِيفٍ قَدِمُوا على رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَنْزَلَهُمُ الْمَسْجِدَ لِيَكُونَ أَرَقَّ لِقُلُوبِهِمْ


“Bahwasanya utusan suku Tsaqif datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabipun memasukan mereka ke dalam mesjid agar qalbu mereka lebih lembut” [Shahih Ibnu Khuzaimah 2/285 no 1328, Musnad Ahmad 4/218, As-Sunan Al-Kubro li Al-Baihaqi no 4131 dan  Al-Mu’jam Al-Kabir li Ath-Thabrani no 8372] 


Baiklah, kami rasa jawaban kami terlampau cukup untuk memuaskan dahaga ilmu Mas Adam dan para jamaah Quantum Fiqih lainnya. 


Dijawab oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Mohon bantuan share jawaban ini ke grup-grup Whatsapp, Facebook, Telegram dan lain-lain dengan tetap mencantumkan identitas kami, Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) oleh Quantum Fiqih Islamic Broadcast (QUFI IB) bimbingan UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.).


Jangan lupa follow instagram.com/pejuangshalatsunnah


Dukung QUFI IB dengan belanja mushaf Al-Quran di instagram.com/gudangkitabsucialquran


Sampaikan konsultasi melalui kontakk.com/@quantumfiqih


Ikuti aneka pelatihan bisnis kuliner Rumahan di LPKS YADARIQUFIYA hubungi 082140888638 

Khuthbah Jumat UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) Tentang Shalat Khusyu


Khuthbah QUFI No. 1 : Shalat Khusyu' 

Jumat, 10 Januari 2020

Oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)

bit.ly/biografibrillyelrasheed


Khuthbah Ula

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ


اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ  


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Dalam Khuthbah ini, khathib hanya hendak menyampaikan dua wasiat fundamental. Wasiat pertama, mulai detik ini, taqwa harus menjadi way of life kita, baik dalam durasi antara dua Jum’at, dua bulan purnama, dua Idul Fithri hingga kematian kita. 


Wasiat kedua, khusyu' dalam shalat semestinya menjadi konsentrasi utama kita. Kita tertuntut untuk berusaha mempersembahkan shalat yang terbaik, terkualitas, tersempurna. Khusyu', thuma'ninah serta memenuhi syarat dan rukunnya. 


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Khusyu' adalah hadirnya qalbu dan sadarnya aqal dalam apa yang sedang dikerjakan. Itu makna generalnya. Para hadirin saat ini qalbu hadir dan aqal sadar dalam Khuthbah ini. Tidak terbersit pikiran lain, tidak terbayang perasaan lain selain apa yang ada dalam substansi Khuthbah. Berarti para hadirin sedang khusyu' dalam Khuthbah. 


Hampir sama, para hadirin yang ada di masjid ini, mengklaim ikut prosesi ibadah Jum’at, namun realitanya sedang khusyu' dengan smartphonenya. Di bagian tengah ada yang sedang menscrool instagramnya. Di bagian belakang ada yang sedang membangun mimpi. Di bagian samping ada yang sedang chatting via WhatsApp. Di bagian teras masjid ada yang sedang main game online atau bahkan bisnis online. Astaghfirullah. Itu namanya khusyu' dengan smartphonenya, sampai-sampai khathib sudah menyindir seperti ini masih tidak sadar, terus saja main smartphonenya. 


Khathib berpesan, Khuthbah Jumat itu berbeda dengan kajian atau majelis ta'lim. Saat Khuthbah Jumat, seakan kita semua ini dalam status shalat. Seolah-olah. Kita mesti khusyu' dengan khuthbah, tidak boleh yang lain. Begitu Khuthbah selesai, kita pun wajib berusaha khusyu' dalam shalat Jum'at. 


Lagipula, Khuthbah Jum'at rata-rata berlangsung sekira 15 sampai 20 menit. Interaksi dengan smartphone itu silakan 12 jam sehari, selebihnya untuk tidur, mengaji, bercengkrama dengan anak-istri, bekerja, dan ibadah-ibadah lainnya. 


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Shalat Jum’at yang hanya satu kali sepekan saja, apakah kita sampai hati untuk melangsungkannya secara asal-asalan, asal gugur kewajiban? Kita semua sadar, saat kita menghadiri sebuah acara dimana seorang pejabat atau atasan kita yang kita hormati memberikan sebuah paparan terkait sebuah proyek dengan nilai ekonomis tinggi, saat itu kita pasti akan menghadirinya dengan khidmat, serius, konsentrasi, persiapan matang. Itu namanya khusyu' dengannya. 


Shalat Jum’at sudah sewajarnya kita selenggarakan dengan khidmat, serius, konsentrasi. Pun demikian dengan shalat lima waktu atau shalat fardhu dan shalat-shalat lainnya yang bersifat tathawwu' (anjuran). Kita seyogyanya berupaya untuk senantiasa menjaga kekhusyu'an. 


Mengapa kita mesti berupaya khusyu' dalam setiap shalat? Karena nilai shalat kita juga sesuai kekhusyu'an kita. Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

"Ketika seseorang selesai dari shalatnya, tsawab yang dia dapatkan hanya 1/10 shalatnya, atau 1/9 atau 1/8 atau 1/7 atau 1/6 atau 1/5 atau ¼ atau 1/3, atau setengahnya." [Sunan Abu Dawud no. 796]


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Apakah shalat itu hanya sah jika khusyu' saja dan tidak sah jika tidak khusyu'? Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang yang tidak sempurna shalatnya dan tidak thuma’ninah dalam melaksanakannya, beliau menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya, beliaupun bersabda, 

إِذَ قُمْتَ إِلَى الَّصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَاْ مَاتَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَع حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا

“Jika engkau hendak mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, lalu berdirilah menghadap kiblat kemudian bertakbirlah (takbiratul ihram), lalu bacalah ayat-ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sampai engkau tenang dalam posisi ruku, lalu bangkitlah (berdiri dari ruku’) sampai engkau berdiri tegak, kemudian sujudlah sampai engkau tenang dalam posisi sujud, lalu bangkitlah (dari sujud) sampai engkau tenang dalam posisi duduk. Kemudian, lakukan itu semua dalam semua shalatmu”. [Shahih Al-Bukhari]


Jadi, lakukan saja shalat sebanyak-banyaknya, nanti Allâh Al-Wahab yang akan membuat kita khusyu'. Shalat hanya batal kalau kita tidak thuma'ninah. Shalat tanpa khusyu' 100 % tetap sah. Namun jika 100 % shalat tidak khusyu' sama sekali, ulangilah shalat! Yang menjadi kewajiban dalam shalat adalah thuma'ninah (tenang dan perlahan agar sempurna) dalam setiap rukun shalat. 


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Khusyu' memang berat. Khusyu’ hanya ringan bagi orang-orang yang yakin dengan Allah dan sadar pasti akan bertemu dengan Allah Al-Hakam. Kita akan amat sangat sulit untuk khusyu' manakala kita masih merasa beraneka kesibukan dunia ini merupakan bukti bahwa dunia ini merupakan kehidupan yang sebenarnya, manakala kita ragu Allâh Al-Qadir bisa melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya tanpa harus mematuhi cara dan logika makhluq, manakala kita tidak begitu care dengan nasib kita saat berada di hadapan-Nya. 


Sesungguhnya, shalat khusyu' bukan shalat yang dilakukan dengan memejamkan mata, menutup mulut dan mengosongkan pikiran. Kalau seperti itu namanya meditasi. Memang shalat dengan memejamkan mata itu boleh ketika ada hal-hal yang mengganggu konsentrasi. Tapi memejamkam mata sepanjang shalat itu makruh, sebagaimana pernah saya jelaskan dalam salah satu tulisan saya.


Shalat khusyu' juga bukan shalat dengan membayangkan diri kita sedang berada di alam lain. Shalat khusyu' pula bukanlah shalat yang dilakukan dengan sangat cepat dengan dalih mencegah pikiran memikirkan hal-hal selain shalat. Dan masih banyak praktek-praktek shalat yang digadang-gadang sebagai shalat yang khusyu' padahal tidak sesuai standar. 


Mudahnya, khusyu' adalah keadaan jiwa benar-benar menikmati apa yang sedang dikerjakan. Bekerja yang khusyu' adalah kita betul-betul menikmati apa yang sedang kita kerjakan dan kita sempurnakan pekerjaan kita. Pengemudi maupun pembalap yang khusyu' kalau dia konsentrasi dalam berkendaraan. Konsentrasi yang dimaksud tentu bukan berarti matanya tertutup atau telinganya disumbat sehingga tidak melihat atau mendengar apapun, agar konsentrasi. Malah bila dia melakukan hal-hal di atas, besar kemungkinan akan terjadi kecelakaan di jalan. Sebab apa yang dilakukannya bukan konsentrasi, melainkan menutup diri dari semua petunjuk dan lalu lalang keadaan di jalan.


Ma'asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Pasti kita sepakat menjawab bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling khusyu' dalam shalat. Maka definisi dan standarisasi khusyu' yang benar hanyalah semata-mata yang paling sesuai dengan shalat beliau.


Kita tidak dibenarkan untuk membuat definisi dan standar shalat khusyu' sendiri menurut logika serta khayal kita. Sebab nanti akan muncul ribuan bahkan jutaan definisi shalat khusyu' yang sangat beragam, bahkan satu dengan lainnya saling bertolak-belakang.


Satu-satunya rujukan dalam masalah shalat dan kekhusyu'an di dalam shalat hanyalah apa yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah. Bahkan beliau tegaskan lagi dengan sabdanya, "Shalatlah kalian sebagaimana shalatku yang kalian lihat." Rasulullah melakukan shalat dengan berbagai keadaan, diantaranya,


Nabi shalat dengan menggendong bayi. Nabi memperlama sujud karena dinaiki. Nabi mempercepat shalat karena mendengar tangisan bayi. Nabi mencegah orang lewat di depannya. Nabi membunuh kalajengking dan ular saat shalat. Nabi pernah lupa dalam gerakan shalat dan kemudian melakukan sujud sahwi. Nabi mengajarkan bertasbih bagi jama'ah pria dan bertepuk bagi jama'ah wanita jika imam shalat salah dalam gerakan shalat.


Nabi mengajarkan shalat khauf yaitu shalat dengan berjama'ah ketika peperangan. Nabi shalat nafilah/sunnah di atas unta. Nabi memindahkan kaki istrinya yang sedang tidur di area shalat beliau. Nabi menjawab salam saat shalat dengan isyarat tangan. Nabi mewajibkan makmum mengikuti gerakan imam shalat. Aisyah istri Nabi memegang mushaf saat membaca surat-surat dalam shalat. Kata Nabi, senyum saat shalat tidaklah membatalkan. Nabi membolehkan orang yang shalat membersihkan tempat sujud yang kotor asalkan gerakannya tidak berulang-ulang. Nabi melirikkan mata tanpa menoleh saat shalat. 


Nabi membukakan pintu saat shalat dan membolehkan makmum berjalan jika ada makmum lain datang. Nabi shalat di atas mimbar ketika sujud turun dari atas mimbar dan sujud di bawah. Nabi shalat dengan memakai sandal dan pernah melepas sandal karena diberitahu Malaikat Jibril ada najis dalam sandal beliau.


Nabi mendengar para shahabat yang berlarian karena terlambat dan tidak mau tertinggal raka'at shalat. Nabi menganjurkan saat sujud dan setelah tasyahhud + shalawat untuk berdoa apa saja sesuai doa yang diajarkan beliau. Nabi mencekik jin jahat saat shalat. Nabi memperbolehkan shalat sembari duduk atau berbaring bagi orang yang sakit.


Demikianlah shalat Nabi. Jelas tidak ada satupun muslim yang berani menjustis shalat Nabi adalah tidak khusyu’. Kalau ada yang berani, maka murtad dari Islam. Baiklah, marilah kita lakukan shalat yang khusyu’ sebagaimana shalatnya Rasulullah.


Semoga Allâh Al-Mannan memberikan kepada kita anugerah kekhusyu'an dalam setiap shalat. Aaamiiin ya Rabbal-'Alamin. 


وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ . أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ . فَاسْتَغْفِرُوْهُ ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khuthbah Tsaniyah

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ 

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.   رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.   

عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Follow instagram.com/pejuangshalatsunnah untuk mendapatkan booster semangat merutinkan shalat wajib dan shalat sunnah.

Jumat, 03 Januari 2020

Batalkah Shalat Yang Tidak Khusyu dan Tidak Sempurna | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.


🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌

🇧 🇦 🇹 🇦 🇱 🇰 🇦 🇭  🇸 🇭 🇦 🇱 🇦 🇹  
🇾 🇦 🇳 🇬  🇹 🇮 🇩 🇦 🇰  
🇰 🇭 🇺 🇸 🇾 🇺  🇩 🇦 🇳  
🇹 🇮 🇩 🇦 🇰  🇸 🇪 🇲 🇵 🇺 🇷 🇳 🇦 

🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/4/I/20/QUFI
Topik: 1⃣ _Konsultasi Syariah & Fiqih (KASYAF)_
Rubrik: _quantumfiqihibadah_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌

Konsultasi Syariah & Fiqih No. *335 -  Batalkah Shalat Yang Tidak Khusyu dan Tidak Sempurna*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
📟 Pak ustaz, kl solat blm khusyu dan cara sholat nya mssih blm bener apakah d terima. Seperti blm khusyu dan suka lupa bacaan nya pas sholat

📝 Ditanyakan oleh saudara *M. D. Andi* (+628972011726) dari Palembang pada _2 Januari 2020_

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
🎪 Kalau belum khusyu, tetap diterima Allah Al-Hasib. Kalau belum bener, belum benernya kayak gimana dulu? Sebab ada namanya belum bener yang bikin batal shalat dan ada yang sekadar mengurangi nilai shalat. 

🌸 Bersamaan dengan itu, nilai shalat kita juga sesuai kekhusyu'an kita. Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
_"Ketika seseorang selesai dari shalatnya, tsawab yang dia dapatkan hanya 1/10 shalatnya, atau 1/9 atau 1/8 atau 1/7 atau 1/6 atau 1/5 atau ¼ atau 1/3, atau setengahnya."_ *[Sunan Abu Dawud no. 796]*

💎 Apakah shalat itu hanya sah jika khusyu' saja dan tidak sah jika tidak khusyu'? Problemnya, pertanyaan ini tidak ada jawabannya dalam Al-Quran maupun As-Sunnah secara sharih (lugas). Meski ada segolongan ulama Salaf yang menghukumi khusyu' sebagai syarat sah shalat. Seperti Imam Al-Ghazali dan Imam Ibnu Taimiyah. 

🛍 Namun, jumhur ulama berpandangan khusyu’ bukan syarat sah shalat atau rukunnya, hanya sunnah dalam shalat. Jika tidak ada khusyu’ di dalam shalat, maka tidak ada kewajiban menggantinya (mengqadla) atau mengulanginya. Dalilnya hadits di atas dan realita bahwa Rasulullah memerintahkan orang yang lupa dalam shalat untuk sujud sahwi karena meninggalkan perkara-perkara tertentu dan tidak memerintahkan untuk mengulang.

📜 Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang yang tidak sempurna shalatnya dan tidak thuma’ninah dalam melaksanakannya, beliau menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya, beliaupun bersabda, 
إِذَ قُمْتَ إِلَى الَّصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَاْ مَاتَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَع حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا
_“Jika engkau hendak mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, lalu berdirilah menghadap kiblat kemudian bertakbirlah (takbiratul ihram), lalu bacalah ayat-ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sampai engkau tenang dalam posisi ruku, lalu bangkitlah (berdiri dari ruku’) sampai engkau berdiri tegak, kemudian sujudlah sampai engkau tenang dalam posisi sujud, lalu bangkitlah (dari sujud) sampai engkau tenang dalam posisi duduk. Kemudian, lakukan itu semua dalam semua shalatmu”._ *[Shahih Al-Bukhari]*

🍩 Yang menjadi kewajiban dalam shalat adalah thuma'ninah (tenang dan perlahan agar sempurna) dalam setiap rukun shalat. Walau mengulang shalat wajib memang ada dalil yang membolehkannya, namun penyebabnya bukan semata-mata karena perasaan kurang sempurna khusyu'nya.

📺 Dijelaskan oleh Syaikh Bin Baz, 
أما إذا كان يطمئن فيها ، ولكن قد تعتريه بعض الهواجس وبعض النسيان هذا لا يبطل الصلاة ، لكن ليس له من صلاته إلا ما عقل منها وما خشع فيه وأقبل عليه يكون له ثواب ذلك ، وما فرط فيه يفوته ثوابه ، فينبغي للعبد أن يُقبل على الصلاة ويطمئن فيها ويخشع فيها لله عز وجل حتى يكمل ثوابه ، ولكن لا تبطل إلا إذا أخل بالطمأنينة مثل إذا ركع ركوعاً ليس فيه طمأنينة فيعجل ولا تخشع الأعضاء ، والواجب أن يطمئن حتى يرجع كل فقار إلى مكانه ، وحتى يتمكن من قول: سبحان ربي العظيم في الركوع ومن قول : سبحان ربي الأعلى في السجود ، وحتى يتمكن من قول : ربنا ولك الحمد ، إلى آخره بعد الرفع من الركوع ، وحتى يتمكن بين السجدتين أن يقول : رب اغفر لي ، هذا لابد منه .
"Kalau kekhusyu'an hilang sampai hingga (bagaikan buruk) mematuk dalam shalat (gerakannya sangat cepat) dan tidak ada thuma’ninah, maka shalatnya batal. Akan tetapi jika shalatnya tenang, namun kadang dihinggapi perasaan atau sedikit lupa, maka hal ini tidak membatalkan shalat. Akan tetapi dia tidak mendapatkan (tsawab) kecuali apa yang dia sadar, waktu khusyu dan kehadiran qalbu. Dia akan mendapatkan tsawab (sebatas) itu, sedangkan bagian yang dia lalai, tsawabnya hilang. Seharusnya bagi seorang hamba menghadirkan qalbunya dengan total, thuma’ninah dan khusyu di dalamnya hanya karena Allah agar meraih tsawab yang sempurna. Jadi (kalau ada sedikit ketidakkhusyu'an) tidak membatalkan shalat kecuali apabila ada cacat dalam thuma’ninah, seperti kalau ruku tidak tuma’ninah, tergesa-gesa dan anggota badannya tidak tenang." *[Fatawa Nur 'Ala Ad-Darbi 2/774]*

📦 Jadi terus aja shalat ya. Kalau ada yang kelupaan dari rukun shalat, sujud sahwi. Kalau sekadar lupa bacaan selain Al Fatihah, ga pake sujud sahwi. Lakukan aja shalat sebanyak-banyaknya, nanti Allâh yang bikin kita khusyu'. *Shalat hanya batal kalau kita tidak thuma'ninah.* 

📝 Dijawab oleh *UBER* (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 Follow aneka medsos kami di kontakk.com/@quantumfiqih

🌸 Telah dibuka *GUDANG KITAB SUCI* menjual lebih dari 73 varian produk terbitan Al-Qur`an dengan stok melimpah. Kepoin Instagram @gudangkitabsucialquran atau langsung order via https://wa.me/6282140888638?text=Assalamu%27alaikum

Cara Taubat Dari Mukhaddirat (Narkoba) Dan Utangnya | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.


🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫

🇹 🇦 🇺 🇧 🇦 🇹  🇩 🇦 🇷 🇮  
🇲 🇺 🇰 🇭 🇦 🇩 🇩 🇮 🇷 🇦 🇹  
🇦 🇹 🇦 🇺  🇳 🇦 🇷 🇰 🇴 🇧 🇦  
🇩 🇦 🇳  🇺 🇹 🇦 🇳 🇬 🇳 🇾 🇦 

🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫🧫

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/3/I/20/QUFI
Topik: 1⃣ _Konsultasi Syariah & Fiqih (KASYAF)_
Rubrik: _quantumfiqihmuamalah_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌

Konsultasi Syariah & Fiqih No. *336 -  Taubat Dari Mukhaddirat atau Narkoba dan Utangnya*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
Assalamualaikum... 
☎ sy punya sdr dulu prnh punya utang hrg sabu2 sebesar 10 jt. Tp skrg dia sdh kena hidayah ( tobat). Namun pihak penjual dtg menagih dgn bukti kwitansi, namun jwbn sdr sy katakan dia tdk mau bayar krn itu haram. Jd pertanyaan sy jika dilihat dari hukum islam apakah sdr sy itu berdosa atau dia akan pertanggungjawabkan utangnya itu.... Mohon jawabannya, tidak apa2 ustadz sampaikan apa adanya, seperti kata hadits sampaikan kebenaran walau pahit… Wassalam

📝 Ditanyakan oleh *seseorang* pada _1 Januari 2020_

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Wa'alaikumussalam 
📜 Suwaid bin Gafalah mengisahkan bahwa pada suatu hari Sahabat Bilal Radhiyallahu ‘anhu mengadukan kepada Amirul Mukminin perihal beberapa pegawainya yang memungut upeti dalam bentuk minuman khamar dan hewan babi. Mendapat laporan ini, segera Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu mengeluarkan perintah,
لاَ تَأْ خُذُوْا مِنْهُمْ، وَلَكِنْ وَلَوهم بَيْعَهَا، وَخُذُوْا أَنْتُمْ مِنَ الثَّمَنِ
“Janganlah kalian menerima upeti dalam bentuk khamar dan babi, namun biarkan mereka (orang Yahudi dan Nashrani yang tinggal di negeri Islam) memperjual belikannya kepada sesama mereka. Dan bila telah terjual, maka kalian boleh menerima uang hasil penjualannya.” *[Al-Amwal no. 115 li Abu 'Ubaid; Mushannaf ‘Abdurrazzaq 6/23, dan lainnya]*

♻ Berdasarkan sunnah' Umar bin Al-Khaththab ini maka sebuah transaksi yang halal hendaknya tidak dibayar dengan harta haram secara 'aini (dzat/esensi). Maka, bila kita sebagai muslim menjual sesuatu kepada kafir, kita dilarang menerima pembayaran dari kafir berupa sesuatu yang haram, kita hanya boleh menerima pembayaran dengan barang atau alat tukar yang netral, suci dan tidak haram' aini. 

🚧 Aktifitas jual beli sabu-sabu (termasuk mukhaddirat) untuk mabuk itu haram. Hasil jual beli, baik harga pokok maupun labanya juga haram. Sama haramnya dengan transaksi zina, judi (maisir), riba, ghulul (korupsi), dan lain-lain. 

📺 Syaikh Shalih Al-Munajjid pernah dimintai fatwa oleh seseorang yang bertaubat dari transaksi ribawi, maka beliau menjawab, 
يحرم الاقتراض بالربا ، وعلى من وقع في ذلك أن يتوب إلى الله تعالى ، ولا يلزمه إلا رد رأس المال ، وأما الفائدة الربوية فلا تلزمه ، وله أن يحتال لإسقاطها وعدم دفعها ، ما لم يترتب على ذلك مضرة له .
“Diharamkan meminjam dengan cara riba. Siapa yang sudah terlanjur berbuat seperti itu, hendaknya dia bertaubat kepada Allah Ta'ala. *Dia hanya diwajibkan mengembalikan uang pokoknya saja. Adapun bunganya tidak diwajibkan kepadanya.* Dia dapat berupaya untuk menggugurkannya atau tidak membayarnya selama tidak menimbulkan bahaya baginya.”

🎁 Untuk utang riba, sekalipun kita sudah Taubat, kita tetap wajib melunasi utang pokoknya, namun tidak wajib melunasi bunganya. Karena yang haram kan bunganya, utang pokoknya kan termasuk utang biasa, jadi ya halal. Hanya baru kita wajib melunasi bunga bila ada potensi bahaya manakala kita tidak melunasi. Jadi statusnya mukrah (terpaksa). 

🚒 Permasalahannya jual beli Mukhaddirat (narkoba) itu haram 'aini sekaligus haram transaksinya. Pertanyaan kami, Kira2 apa yang akan terjadi bila utang sabu2 tidak dibayar? Sabu2 tersebut dipakai sendiri atau dijual lagi? Sabu2 tersebut dipakai untuk pengobatan atau untuk mabuk2an? Pertanyaan2 ini mesti dijawab agar jelas duduk permasalahan. 

🚜 Apa yang akan terjadi bila saudara Penanya melapor ke Ulil Amri (dalam hal ini polisi) agar pengedar sabu2 tersebut dihukum/dipenjara saja, sehingga tidak perlu melunasi utang 10 juta tersebut? Sebenarnya ini solusi paling baik, menurut kami. 

⛺ Sebab begini, sebenarnya melunasi utang itu wajib, utang barang haram tidak terlalu wajib dilunasi sekalipun kita sudah benar-benar Taubat dari barang haram tersebut. Kenapa tidak terlalu wajib? 

🍕 Begini, pernikahan yang terjadi pada masa jahiliyyah, sebelum Nabi diutus, adalah tetap berlaku, tidak otomatis cerai, tidak ada pasangan yang diharuskan aqad nikah ulang bila keduanya masuk Islam, dan nasab anaknya juga diakui. Pernikahan pada masa jahiliyyah kan pasti tidak sesuai syariat aqad nikah dalam Islam, meski bisa jadi Pasutri menikah dan beraqidah sesuai Aqidahnya Nabi 'Isa atau Nabi lainnya. 

🧀 Fakta tersebut sebenarnya tidak terlalu bisa jadi bahan qiyas untuk menggali hukum orang Taubat dari Mukhaddirat namun masih punya utang kepada penjual Mukhaddirat. 

🍅 Hanya saja *jika dilunasi dimungkinkan malah membuat pemberi utang semakin lancar berjualan barang haram, maka sebaiknya berusaha untuk tidak melunasinya, asalkan aman*. Oleh karena itu, solusi saya, laporkan saja, untuk memutus mata rantai peredaran barang haram. 

🏀 Kenapa jawaban kami terkesan tidak tegas? Mohon maaf,  perkara ini memang cukup rumit bagi kami, karena tidak ada jawaban yang tegas dalam Al-Quran maupun As-Sunnah, sependek pengetahuan kami. Karena itu, *jawaban tegasnya adalah, laporkan Ulil Amri!*

📒 An Nawawi Asy Syafii mengatakan, “Menjual khamr adalah transaksi yang tidak sah baik penjualnya adalah muslim ataupun non muslim. Demikian pula meski penjual dan pembelinya non muslim ataupun seorang muslim mewakilkan kepada non muslim agar non muslim tersebut membelikan khamr untuk si muslim. Transaksi jual beli dalam semua kasus di atas adalah transaksi jual beli yang tidak sah tanpa ada perselisihan diantara para ulama syafi’iyyah... Jual beli khamr ataupun memproduksinya dan semisalnya adalah suatu hal yang hukumnya haram dilakukan non muslim sebagaimana haram dilakukan oleh muslim. Demikianlah Madzhab Syafi’i.” *[Majmu Syarh Al Muhadzdzab, 9/227, Syamil ah]*

💎 Demikian. Ala kulli hal, kami sampaikan selamat atas karunia pertaubatan dari Allâh. Semangat! Hanya saja, *hidup di dunia itu tidak akan pernah yang namanya selalu enak-enak saja* sekalipun kita berislam karena Allah ingin kita menjadi pemenang bukan pecundang. 

📝 Dijawab oleh *UBER* (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 Follow aneka medsos kami di kontakk.com/@quantumfiqih

🌸 Telah dibuka *GUDANG KITAB SUCI* menjual lebih dari 73 varian produk terbitan Al-Qur`an dengan stok melimpah. Kepoin Instagram @gudangkitabsucialquran atau langsung order via https://wa.me/6282140888638?text=Assalamu%27alaikum

Kamis, 02 Januari 2020

Bisnis Industri Jual Beli Mushaf Kitab Suci Al-Quran Bukan Menjual Ayat-Ayat Allah

🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍

🇯 🇺 🇦 🇱  🇧 🇪 🇱 🇮  
🇲 🇺 🇸 🇭 🇦 🇫  🇰 🇮 🇹 🇦 🇧  
🇸 🇺 🇨 🇮  🇦 🇱 🇶 🇺 🇷 🇦 🇳
 🇧 🇺 🇰 🇦 🇳  🇲 🇪 🇳 🇯 🇺 🇦 🇱  
🇦 🇾 🇦 🇹  🇦 🇾 🇦 🇹  
🇦 🇱 🇱 🇦 🇭 

🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍🛍

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/2/I/20/QUFI
Topik: 2⃣ _Inspirasi Al-Quran_
Rubrik: _quantumfiqihmuamalah_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌

*Jual Beli Mushaf Kitab Suci Al-Quran Bukan Menjual Ayat-Ayat Allah*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🕋 Terdapat banyak dalil yang melarang menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Diantaranya, firman Allah Al-Karim,
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
_"Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit, dan bertaqwalah hanya kepada-Ku."_ *[QS. Al-Baqarah: 41]*

📒 'Abdullah bin Mubarak mengatakan, dari Harun bin Yazid, bahwa Al-Hasan Al-Bashri pernah ditanya tentang makna firman Allah, _“tsamanan qalilan…”_ (harga yang sedikit). Lalu beliau mengatakan,
الثمن القليل الدنيا بحذافيرها
“At-Tsaman Al-Qalil (harga murah) adalah dunia berikut semua isinya.” *[Tafsir Ibnu Katsir, 1/243]*

⛺ Sementara makna, ‘Jangan kalian menjual’ adalah jangan menukar (i'tiyadh). Sehingga makna ayat, janganlah kalian menukar ayat Allah untuk mendapatkan bagian dari kehidupan dunia. Konteks ayat ini turun berkenaan ulah sebagian orang dari kalangan Bani Israil yang menyembunyikan kebenaran ayat suci demi meraup keuntungan duniawi, dan mereka tidak mau beriman kepada ayat suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad karena takut lenyap kenikmatan duniawi yang selama ini mereka terima. 

🎬 Imam Al Qurthubi berujar, "Dan ayat ini , walaupun khusus untuk Bani Israil, akan tetapi juga mencakup semua orang yang berbuat seperti perbuatan mereka. Maka barang siapa yang mengambil uang suap untuk memanipulasi suatu hak, atau menghilangkannya, atau tidak mau mengajar sesuatu yang wajib diajarkannya kepada orang lain, padahal itu menjadi kewajibannya kecuali dengan meminta upah dari pekerjaannya itu, maka sungguh termasuk dalam larangan ayat di atas. Wallahu A’lam." *[Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an , (Beirut : Dar Al Kutub Al Ilmiyah) 1996, Cet, ke-5, Juz I, hlm : 228-229]*

🎪 Jadi, ayat ini dan semacamnya, bukan bermakna jangan menjual mushaf kitab suci Al-Quran dengan harga yang murah, dan tidak juga bermakna sebaliknya, "Juallah ayat Allah dengan harga yang mahal semahal-mahalnya."

🏵 Faktanya, saat memperjualbelikan mushaf kitab suci Al-Qur`an, kita bukan sedang berniat untuk memperjualbelikan ayat-ayat Allâh, melainkan kita berniat untuk memperjualbelikan jasa kita dan produk karya kita, jasa dan produk yang berupa mushaf, dimana di dalamnya kita sekaligus menjual kertas, karton, lem, sampul, pita, hasil cetakan Khat, tinta, plastik, tali, jasa desain, jasa pengertian, jasa terjemah, jasa layout,  jasa promosi (i'lan), jasa distribusi, jasa pengiriman, jasa potong kertas, jasa penjilidan, dan lain-lain. 

📚 Diuraikan oleh An-Nawawi, 
وممن قال : لا يكره بيعه وشراءه الحسن البصري وعكرمة والحكم بن عتبة وهو مروي عن ابن عباس. وكرهت طائفة من العلماء بيعه وشراءه وحكاه ابن المنذر عن علقمة وابن سيرين والنخعي وشريح ومسروق وعبد الله بن يزيد
“Sebagian yang berkata, ‘Tidak makruh menjual dan membeli mushaf,’ adalah Al-Hasan Al-Bashri, Ikrimah, Al-Hakam bin Utbah, dan ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Sebagian golongan ulama memakruhkan menjual dan membeli mushaf. Ini diceritakan Ibnu al-Munzir dari Alqamah, Ibnu Sirin, Nakha’i, Syuraih, Masruq dan Abdullah bin Yazid.” *[At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Qur`an]* 

📓 Ditegaskan oleh Ibnu Qudamah, "Al-Hasan Al-Bashri, Al-Hakam, Ikrimah, Asy-Syafii, dan para ulama ashabur rayi (ulama Kufah) membolehkan menjual mushaf Al-Quran karena objek jual belinya pada kulit dan kertasnya. Dan menjual itu hukumnya boleh." *[Al-Mughni, 4/331]* 

📺 Syaikh Prof. Dr. Khalid Al Musyaiqih menerangkan, "Untuk memproduksi mushaf dibutuhkan kertas, penjilidan, pencetakan, semuanya tentu butuh biaya. Jika demikian, tidak mengapa ada biaya untuk memperoleh mushaf tersebut." *[Al Mukhtashar fi Al Mu’amalat, hal. 10, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan tahun 1431 H.]*

🛍 Bila jual beli mushaf diharamkan, maka patut pula diharamkan jual beli layanan Umrah-Haji, jual beli kitab-kitab keislaman, jual beli segala macam perlengkapan masjid, jual beli apa saja yang menjadi kebutuhan dakwah, jual beli hewan qurban dan aqiqah, jual beli bahan mahar, jual beli alat shalat, dan lain sebagainya.

🌸 Hanya orang-orang yang tidak suka agama Allâh tersebar di muka bumi di seluruh manusia, yang menuduh SEMUA Dai sebagai penjual ayat-ayat Allâh, yang menuduh SEMUA Ulama sebagai musang berbulu domba, menuduh SEMUA Ustadz sebagai penipu berkedok agama. 

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 Follow aneka medsos kami di kontakk.com/@quantumfiqih

🌸 Telah dibuka *GUDANG KITAB SUCI* menjual lebih dari 73 varian produk terbitan Al-Qur`an dengan stok melimpah. Kepoin Instagram @gudangkitabsucialquran atau langsung order via https://wa.me/6282140888638?text=Assalamu%27alaikum. Kunjungi gudangkitabsuci.blogspot.com untuk belajar ilmu-ilmu seputar Al-Qur`an.

Amalan Paling Utama Adalah Al-Hal wa Al-Murtahil Yaitu Mengkhatamkan Al-Quran Lalu Langsung Memulai Lagi Dari Surah Al-Fatihah

🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋

🇦‌🇲‌🇦‌🇱‌ 🇵‌🇦‌🇱‌🇮‌🇳‌🇬‌ 
🇩‌🇮‌🇨‌🇮‌🇳‌🇹‌🇦‌🇮‌ 🇦‌🇱‌🇱‌🇦‌🇭‌ 
🇾‌🇦‌🇮‌🇹‌🇺‌ 
🇲‌🇪‌🇳‌🇬‌🇰‌🇭‌🇦‌🇹‌🇦‌🇲‌🇰‌🇦‌🇳‌ 
🇦‌🇱‌🇶‌🇺‌🇷‌🇦‌🇳‌ 🇱‌🇦‌🇱‌🇺‌ 
🇲‌🇪‌🇲‌🇺‌🇱‌🇦‌🇮‌ 🇱‌🇦‌🇬‌🇮‌

🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: TI/5/XII/QUFI
Topik: 5⃣ _Tuntunan Ibadah_
Rubrik: _quantumfiqihibadah_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌ 

*Amal Paling Dicintai Allah Yaitu Mengkhatamkan Al-Quran Lalu Memulai Lagi*

🚙 Mengkhatamkan 30 juz Al-Quran merupakan satu diantara amalan mulia yang patut kita prioritaskan dalam kehidupan ini. Mungkin semenjak akil baligh kita baru sekali atau dua kali khatam. 

🛍 Nah, kebetulan jika kita sedang berada di Tanah Suci untuk berhaji, maka coba kita khatamkan Al-Qur`an. Setidaknya kita berusaha, jika berhasil khatam, alhamdulillah. Sungguh kenangan yang mengesankan.

🎁 Tidak hanya saat berhaji atau berumrah, di manapun kita berada, tetap amat sangat dianjurkan mengkhatamkan 30 juz Al-Quran dalam durasi waktu yang tidak lama. Entah di di kampung atau di kota, di sekolah atau di kantor, di atas kasur atau di dalam kendaraan, di rumah atau di masjid, di luar pulau atau di luar negeri, di bawah laut atau di luar angkasa.

🌐 Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan sunnah Rasulullah yang tidak layak disepelekan. Hal ini tergambar dari hadits berikut.

📜 Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى شَهْرٍ » . قُلْتُ إِنِّى أَجِدُ قُوَّةً حَتَّى قَالَ « فَاقْرَأْهُ فِى سَبْعٍ وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ »
“Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, _“Bacalah (khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.”_ *[Shahih Al-Bukhari No. 5054]*

📜 Dari Abdullah bin Amru bin Ash, beliau berkata, “Wahai Rasulullah, berapa lama aku sebaiknya membaca Al-Qur’an?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam satu bulan.” Aku berkata lagi, “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam dua puluh hari.” Aku berkata lagi, “Aku masih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima belas hari.” “Aku masih lebih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam sepuluh hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Namun beliau tidak memberikan izin bagiku. *[Jami’ At-Tirmidzi]*

فعَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ عَمْرٍو قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ ).
📜 Dan dari Abdullah yaitu Ibnu Amr dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, _”Tidak termasuk memiliki pemahaman orang yang membaca Al Qur’an kurang dari tiga hari”_ *[Jami’ At-Turmudzi no. 2949; Sunan Abu Dawud no. 1390; Sunan Ibnu Majah no. 1347]*

✈ Jadi waktu tercepat mengkhatamkan Al Quran adalah tiga hari. Ibnu Hajar menukil perkataan Imam An-Nawawi,
وَقَالَ النَّوَوِيّ : أَكْثَر الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ لَا تَقْدِير فِي ذَلِكَ ، وَإِنَّمَا هُوَ بِحَسَبِ النَّشَاط وَالْقُوَّة ، فَعَلَى هَذَا يَخْتَلِف بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَال وَالْأَشْخَاص
“Imam Nawawi berkata, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan hari (paling cepat) dalam mengkhatamkan Al Qur’an, semuanya tergantung pada semangat dan kekuatan. Dan ini berbeda-beda satu orang dan lainnya dilihat dari kondisi dan person.” *[Fathul Bari, 9/97]*

🎡 Itu batasan minimal. Lalu batasan maksimalnya? Artinya adakah aturan mengenai berapa lama seseorang boleh tidak mengkhatamkan Al Quran? Atau, paling lambat berapa hari kita boleh belum menuntaskan bacaan 30 juz?

🕋 Ada Firman Allah,
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
_“Berkatalah Rasul (mengadu), "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang diabaikan"._ *[QS. Al Furqon : 30]*

📻 Al-Imam Ahmad mengatakan bahwa waktu maksimal seorang mengkhatamkan Al Qur’an adalah empat puluh hari karena mengkhatamkannya melebihi dari waktu itu (40 hari) dapat mengakibatkan dirinya melupakan Al Qur’an dan dianggap telah meremehkan Al Qur’an… Dan apabila hal itu terjadi tanpa ada halangan dalam dirinya namun apabila dia memiliki halangan maka dia diberikan keleluasaan. *[Al Mughni juz II hal 374]*

📺 Tim Fatwa Majelis Ulama Qatar menetapkan, ...sebagian ulama berpendapat bahwa makruh hukumnya untuk menunda mengkhatamkan Al-Quran hingga lebih dari 40 hari tanpa ada udzur syar’i. Ini karena Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Abdullah bin Amr,
اقْرَأْ الْقُرْآنَ فِي أَرْبَعِينَ
_“Khatamkanlah al-Qur'an selama empat puluh (hari),”_ *[Shahih At-Tirmizi no. 2947]*

📜Dari Abdullah bin Amr pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ,
فِي كَمْ يُقْرَأُ الْقُرْآنُ
“Berapa lama selesai membaca keseluruhan Al-Quran?” Maka Rasulullah ﷺ menjawab,
فِي أَرْبَعِينَ يَوْمًا
_“Dalam 40 hari,”_ *[Shahih Abu Dawud no. 1395]*

📚 Fatwa No: 86568 Tanggal: 8 Syawal 1424 (3 Desember 2003) *[http://www.islamweb.net/emainpage/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=86568]*

🏛 Semoga setelah ini kita semangat mengkhatamkan Al Quran tidak lebih dari masa 40 hari. Apalagi mengkhatamkan Al Quran adalah amalan mulia yang sangat dicintai Allah Al-Halim.

📜 Disampaikan oleh Ibnu ‘Abbas,
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ قَالَ وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ قَالَ الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَل
َAda seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, _“Al-Hall wa Al-Murtahil.”_ Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hall wa al-murtahil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, _“Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.”_ *[Sunan At-Tirmidzi]*

قَوْلُهُ : ( الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ ) قَالَ الْجَزَرِيُّ فِي النِّهَايَةِ هُوَ الَّذِي يَخْتِمُ الْقُرْآنَ بِتِلَاوَتِهِ ثُمَّ يَفْتَتِحُ التِّلَاوَةَ مِنْ أَوَّلِهِ شَبَّهَهُ بِالْمُسَافِرِ يَبْلُغُ الْمَنْزِلَ فَيَحِلُّ فِيهِ ، ثُمَّ يَفْتَتِحُ سَيْرَهُ أَيْ يَبْتَدِئُهُ 
🏵 Diuraikan oleh Imam Al-Jazari dalam An-Nihayah fi Gharib Al-Hadits, al-hall wa al-murtahil ialah sebutan untuk orang yang membawa mengkhatamkan tilawah Al-Quran lalu mengulanginya dari awal lagi. Persis seperti traveller (musafir) yang tatkala sampai di suatu tempat istirahat di situ lalu tidak lama melanjutkan kembali perjalanannya.

وَكَذَلِكَ قُرَّاءُ مَكَّةَ إِذَا خَتَمُوا الْقُرْآنَ ابْتَدَءُوا وَقَرَءُوا الْفَاتِحَةَ وَخَمْسَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ الْبَقَرَةِ إِلَى وَأُولَئِكَ هُمِ الْمُفْلِحُونَ ثُمَّ يَقْطَعُونَ الْقِرَاءَةَ وَيُسَمُّونَ فَاعِلَ ذَلِكَ الْحَالَّ الْمُرْتَحِلَ ، أَيْ خَتَمَ القُرْآنَ ، وَابْتَدَأَ بِأَوَّلِهِ وَلَمْ يَفْصِلْ بَيْنَهُمَا بِزَمَانٍ ،
🏵 Dulu para Qari Makkah manakala usai mengkhatamkan Al-Quran mereka lanjut memulai dari awal lagi membaca Al Fatihah dan lima ayat pertama surah Al-Baqarah hingga ayat yang berbunyi wa ulaika humul-muflihun, baru menghentikan bacaan. Mereka menyebut, demikianlah makna aplikatif sebutan Nabi Al-Hall wa Al-Murtahil. Yaitu mengkhatamkan Al-Quran lalu membaca awal surah tanpa terjeda waktu sedikitpun.

وَقِيلَ أَرَادَ بِالْحَالِّ الْمُرْتَحِلِ الْغَازِي الَّذِي لَا يَقْفِلُ مِنْ غَزْوٍ إِلَّا عَقَّبَهُ بِآخَرَ . انْتَهَى . 
🏵 Ada juga ulama yang menyatakan, makna Al-Hall wa Al-Murtahil adalah pejuang jihad yang tidak menuntaskan sebuah peperangan kecuali mengakhiri perang yang lain pula.

قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ : الْمَقْصُودُ مِنَ الْحَدِيثِ السَّيْرُ دَائِمًا لَا يَفْتُرُ كَمَا يُشْعِرُ بِهِ كَلِمَةُ مِنْ أَوَّلِهِ إِلَى آخِرِهِ ، وَمِنْ آخِرِهِ إِلَى أَوَّلِهِ ، فَقَارِئُ خَمْسِ آيَاتٍ وَنَحْوِهَا عِنْدَ الْخَتْمِ لَمْ يُحَصِّلْ تِلْكَ الْفَضِيلَةَ ،
🏵 Sebagian ulama menerangkan, maksud hadits yaitu perjalanan yang nonstop tanpa jeda, makna ini seperti tersirat dari kalimat yang digunakan Nabi, “dari awalnya hingga akhirnya, dan dari akhirnya hingga awalnya. Adapun yang dilakukan sebagian Qari Makkah tersebut tidak berfadhilah sebagai amalan yang dicintai Allah. 

👑 Walhasil, kedua kesimpulan ini sama benarnya dan bisa kok dikolaborasikan. Baiklah, sekarang semangat mengkhatamkan Al-Quran?

📝 Disusun oleh
*H. BRILLY EL-RASHEED, S.PD. BIN H. YULIANTO*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 Dibuka kesempatan berdonasi untuk pembuatan APLIKASI KONSULTASI SYARIAH ANDROID GRATIS. Donasi yang masuk hingga 5/11/2018 Rp 75.000,-

📻 🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌  membutuhkan bantuan komputer desktop bekas untuk mendukung program dakwah digital dan dakwah bil qalam. Alhamdulillah, hingga 8/11/2018 ada sumbangan Rp 80.000,-

📒 Donasi Mushalla #5 yang sudah masuk:
1 - Indriani Surabaya 13/11 Rp 250.000
2 - Leni Lamongan 11/11 Rp 50.000
3 - Ryan Gresik 10/11 Rp 20.000
4 - Iis Lamongan 12/11 Rp 25.000
5 - Hamba Allah Surabaya 16/11 Rp 100.000
6 - Putri Indie Surabaya 17/11 Rp 50.000
7 - Ardi Iriantono Surabaya 23/11 Rp 100.000
8 - Hamba Allah Surabaya 30/11 Rp 100.000
_Insyaallah dana yang terkumpul dipergunakan untuk pembelian sajadah._

📣 Telah diterima infaq PULSA untuk dakwah 🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌ dari Ibu Liez pada 15 Nop. 2018 senilai Rp 25.000,-

🎙 Daftarkan diri mendapatkan broadcast whatsapp 🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌  di *+62 821-4088-8638* dengan menyebutkan nama dan kota asal.

⚠ Jangan lupa simpan nomor ini dengan nama *KONSULTASI SYARIAH* agar bisa mendapatkan broadcast whatsapp dan tidak terlewat. Karena _jika nomor ini tidak disave di daftar kontak di smartphone Anda, maka akan tidak bisa mendapatkan broadcast._

Rabu, 01 Januari 2020

Proses Penyatuan Huruf (Lafazh & Bacaan) Al-Qur`an Pada Masa Kekhalifahan Empat Shahabat Nabi Yang Utama

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan ‘Umar, para shahabat tidak risau dengan keberadaan variasi sistem bacaan Al-Qur`an ini, karena mereka paham sebab-musababnya. Yang dilakukan Abu Bakar adalah menghimpun lembaran-lembaran Al-Qur`an dengan urutan ayat dan surah sesuai bacaan Rasulullah. Faktor yang mendorong Abu Bakar melakukan hal itu adalah adanya kekhawatiran hilangnya sebagian Al-Qu`ran dikarenakan banyaknya penghafal Al-Qur`an yang syahid di medan jihad. Adapun di masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khaththab, tidak ada kebijakan apapun terkait penjagaan otentisitas dan kelestarian Al-Qur`an.
Di masa kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan, sistem bacaan (qira’ah) Al-Qur`an diseragamkan, yang semula beragam sesuai riwayat yang sampai kepada Rasulullah. Sistem bacaan Al-Qur`an ini awalnya tidak menjadi dilema. Mayoritas shahabat paham, variasi tersebut memang berasal dari Nabi dan tidak harus dipertetangkan.
Namun ada sebagian shahabat yang kurang memahami hal itu, dikarenakan -mungkin- mereka belum mengetahui otentisitas variasi tersebut dari Nabi. Sehingga sebagian shahabat ini menganggap qira’ahnya lebih baik dari yang lain dan menyalahkan shahabat yang qira’ahnya berbeda.
‘Utsman bin ‘Affan menangkap sinyal benih-benih perpecahan jika fenomena ini dibiarkan. Beliau akhirnya memutuskan untuk menyeragamkan qira’ah kaum muslimin dalam satu qira’ah. Keputusan ini bukanlah bid’ah, yang semuanya dhalalah (sesat), juga bukan bid’ah hasanah (baik), tapi sunnah, karena Rasulullah telah memberikan legitimasi spesial untuk keempat khulafa` ar-rasyidin, dan Rasulullah menyerukan untuk mengambil sunnah beliau sendiri dan sunnah khulafa` ar-rasyidin.
Kronologi pengambilan keputusan ini bermula tatkala Hudzaifah bin Al-Yaman turut serta dalam perang bersama penduduk Iraq, melawan penduduk Syam untuk membebaskan kota Armenia dan Adrobijan. Hudzaifah mendapati muslim Syam membaca Al-Qur`an dengan riwayat Miqdad bin Aswad, Abu Ad-Darda`, dan Ubay bin Ka’b, sementara muslim Iraq biasa dengan qira’ah riwayat ‘Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa Al-Asy’ari.
Melihat hal itu, Hudzaifah berinisiatif menghadap ‘Utsman dan berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, selamatkan umat ini sebelum mereka berselisih dalam Al-Qur`an, seperti perselisihan Yahudi dan Nashrani.” Hudzaifah lantas melaporkan apa yang dia saksikan.
‘Utsman kemudian mengumpulkan para shahabat untuk meminta pendapat mereka. ‘Utsman mengemukakan idenya, yaitu menulis Al-Qur`an dalam satu qira’ah dan memerintahkan kaum muslimin di seantero dunia untuk membaca Al-Qur`an dengan qira’ah tersebut, tidak dengan qira’ah yang lain, kendati shahih dari Nabi, guna menutup pintu perpecahan yang eksesnya sangat fatal. ‘Utsman memandang langkah ini mampu meredam dan mencegah permusuhan antarmuslim.
Selanjutnya ‘Utsman mengirim utusan kepada Hafshah, meminta lembaran-lembaran Al-Qur`an yang dulu dikodifikasi oleh Zaid bin Tsabit atas perintah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dulunya lembaran-lembaran ini disimpan Abu Bakar sepanjang hayatnya, kemudian oleh ‘Umar bin Al-Khaththab, dan setelah ‘Umar wafat, lembaran Al-Qur`an tersebut diambil alih oleh putrinya sendiri, Hafshah, yang juga salah seorang istri Rasulullah.
Setelah diterima, ‘Utsman memberi mandat kepada Zaid bin Tsabit, ‘Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-‘Ash, dan ‘Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya menjadi beberapa mush-haf. ‘Utsman memerintahkan tidak menggunakan titik dan harakat, supaya Al-Qur`an yang tertulis tersebut bisa memuat varian huruf yang lain. ‘Utsman berpesan, apabila ditemukan perbedaan dalam suatu masalah, hendaknya ditulis dalam ejaan Quraisy. Mereka pun melaksanakannya.
Setelah selesai, ‘Utsman mengembalikan lembaran-lembaran Al-Qur`an tadi kepada Hafshah, kemudian ‘Utsman memerintahkan mengirimkan mush-haf-mush-haf salinan, yang kemudian disebut mush-haf imam, ke beberapa wilayah kaum muslimin. Mush-haf imam ini disebar ke Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan satu mush-haf tetap di Madinah. Selain tujuh mush-haf ini yang masih tersebar di tengah-tengah kaum muslimin dan yang berbeda dengan mush-haf imam, dihilangkan dengan cara dibakar. Semua shahabat menyepakati penulisan ini.
Kisah ini tercatat dalam Fat-h Al-Bari, karya Ibnu Hajar, 8/344 no. 4679, 9/10 no. 4987, dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, karya Ibnu Katsir, 7/217, dalam Tarikh Al-Khulafa`, karya As-Suyuthi, hal. 77. Terwujudlah persatuan, sirnalah perselisihan dan perpecahan. Dengan karunia Allah, kemudian karena kebijakan ‘Utsman, semua qalbu menjadi satu.

Ditulis oleh UBER (akronim dari Ust. H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)