Rabu, 01 Januari 2020

Mencari Jawaban Hasil Shalat Istikharah Dengan Melacak Kandungan Makna Ayat Suci Al-Qur'an yang Dicari Secara Acak Pada Mushaf | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Ust. H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.


Sangat dimungkinkan adanya ayat tertentu yang turun khusus untuk menjawab persoalan yang melibatkan orang-orang tertentu.

Misalnya, ada ayat yang turun untuk membenarkan pendapat (ijtihad) Umar bin Al-Khaththab. Yaitu surat Al-Anfal ayat 67: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Anfal: 67)

Latar belakang turunnya ayat ini adalah musyawarah dan dengar pendapat yang digelar Rasulullah terkait dengan tawanan perang Badar. Beliau dan sebagian besar shahabat cenderung perpendapat bahwa sebaiknya musyrikin Makkah itu tidak dibunuh, tetapi ditawan saja untuk dimintai tebusan dari keluarganya. Sedangkan Umar cenderung untuk menghabisi nyawa mereka. Ketika keputusan telah diambil dan pendapat Umar 'kalah' suara, tiba-tiba turunlah ayat ini yang membenarkan pendapat Umar.

Maka turunnya ayat ini menjadi petunjuk bagi Rasulullah untuk membenarkan pendapat Umar dan mencabut kembali ijtihadnya sendiri.

Namun sekarang ini Al-Quran sudah tidak turun lagi dari langit, sehingga tidak ada lagi kasus per kasus yang dipecahkan dengan cara menanti turunnya ayat Al-Quran.

Adapun menggunakan ayat Al-Quran dengan cara acak, jelas tidak bisa dibenarkan. Sebab belum tentu ayat itu tepat untuk menjawab suatu masalah. Bahkan boleh jadi malah sama sekali tidak 'nyambung' antara masalah yang ingin dipecahkan dengan ayat yang didapat secara random itu. Kalau hal ini dipaksakan juga, kita telah berdosa kepada Al-Quran. Sebab telah menyelewengkan penggunaannya dengan cara yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan.

Demikian jawaban Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc. MA. dalam https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1167562015-jawaban-istikharah-dari-al-quran.html. 

الأخذ من المصحف محرم عند جماعة من العلماء لأنه من باب الاستقسام بالأزلام .

قال القرافي رحمه الله : " وأما الفأل الحرام فقد قال الطرطوشي في تعليقه إن أخذ : الفأل من المصحف وضرب الرمل والقرعة والضرب بالشعير وجميع هذا النوع حرام ; لأنه من باب الاستقسام بالأزلام . والأزلام أعواد كانت في الجاهلية مكتوب على أحدهما افعل وعلى الآخر لا تفعل وعلى الآخر غفل فيخرج أحدها , فإن وجد عليه افعل أقدم على حاجته التي يقصدها أو لا تفعل أعرض عنها واعتقد أنها ذميمة , أو خرج المكتوب عليه غفل أعاد الضرب فهو يطلب قسمه من الغيب بتلك الأعواد فهو استقسام أي طلب القسم ، الجيّد يتبعه , والرديء يتركه , وكذلك من أخذ الفأل من المصحف أو غيره إنما يعتقد هذا  المقصد إن خرج جيدا اتبعه أو رديئا اجتنبه ، فهو عين الاستقسام بالأزلام الذي ورد القرآن بتحريمه فيحرم ." انتهى من "الفروق" (4/ 240).

Mengambil (nasib baik) dari mushaf  termasuk diharamkan oleh sekelompok kalangan para ulama’ karena hal itu termasuk mengundi nasib dengan anak panah. Kata ‘azlam’ adalah anak panah waktu jahiliyah ditulis salah satunya lakukan dan yang lain jangan lakukan, sementara satu lagi tidak ditulis apa-apa. Kemudian dikeluarkan salah satunya, kalau yang keluar lakukan, maka dilanjutkan keperluannya yang diinginkannya. Kalau jangan lakukan, maka tidak jadi melakukannya dan diyakini hal itu jelek. Atau keluar yang tidak ada tulisan apa-apa, maka diulangi lagi pengambilannya. Dia menginginkan bagiannya dari perkara ghaib dengan anak panah ini. Yaitu dia meminta bagian (nasib). Kalau baik, diikutinya. Kalau jelek ditinggalkannya. Begitu juga orang yang mengambil nasib baik dari mushaf atau lainnya. Sesungguhnya dia meyakini kalau keluar baik, maka diikutinya atau kalau keluar jelek, ditinggalkannya. Ini benar-benar mengundi nasib dengan anak panah. Yang mana di Al-Qur’an telah ada pelarangannya, maka diharamkan.” [Al-Furuq, 4/240] 

استخراج الفأل من المصحف فإنه نوع من الاستقسام بالأزلام , ولأنه قد يخرج له ما لا يريد فيؤدي ذلك إلى التشاؤم بالقرآن , فمن أراد أمرا وسمع ما يسوء لا يرجع عن أمره وليقل : اللهم لا يأتي بالخير إلا أنت , ولا يأتي بالشر أو لا يدفع الشر إلا أنت " انتهى من "الفواكه الدواني" (2/ 342).

Mengeluarkan nasib baik dari mushaf karena hal itu termasuk mengundi nasib dengan panah. Karena terkadang keluar dari apa yang tidak diinginkannya, sehingga hal itu menganggap jelek dengan Al-Qur’an. Kalau dia menginginkan suatu perkara dan mendengar sesuatu yang jelek, jangan kembali dari urusannya dan hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Anda. Dan tidak ada yang dapat mendatangkan kejelekan atau menolak kejelekan kecuali Anda.” [Al-Fawakih Ad-Dawani, 2/342] 

فتبين بهذا أن أخذ الفأل من المصحف أي فتحه والنظر فيما يخرج ، وبناء التصرف على ذلك ، محرم ، وهو من الاستقسام بالأزلام ، بخلاف الفأل الحسن الذي يأتي بعد مباشرة الإنسان للعمل ، فيسمع كلمة حسنة دون قصد ولا بحث .

Dari sini telah jelas, bahwa mengambil nasib baik (fa’lu) dari mushaf dengan membuka dan melihat apa yang akan keluar dan melakukan perbuatan diambil darinya itu diharamkan. Karena itu termasuk mengundi nasib dengan panah. Berbeda dengan fa’lu (nasib baik) yang datang setelah seseorang melakukan amalan secara langsung. Kemudian dia mendengarkan kata-kata baik tanpa ada maksud dan pencarian. [https://islamqa.info/ar/answers/145596] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar