Rabu, 01 Januari 2020

Sejarah Qira'ah Al-Qur`an Yang Semula Berupa Tujuh Huruf (Varian Lafazh/Bacaan) Namun Disatukan oleh 'Utsman bin 'Affan Demi Keamanan

Ketika pertama kali diturunkan oleh Malaikat Jibril, Al-Qur`an hanya menggunakan satu varian huruf saja. Namun di kemudian hari, secara gradual, Malaikat Jibril menurunkan varian-varian huruf Al-Qur`an lainnya kepada Nabi Muhammad, sehingga berjumlah tujuh varian huruf.
Dari Ubai bin Ka’b, ia berkisah, “Aku ada di dalam masjid (Nabawi). Seseorang masuk untuk shalat dan membaca Al-Qur`an dengan bacaan yang aku ingkari. Masuk lagi orang lain dan membaca Al-Qur`an dengan bacaan yang berbeda dengan orang pertama. Setelah kami semua menyelesaikan shalat, kami semua masuk menemui Rasulullah. Saya mengadu, “Orang ini Al-Qur`an dengan bacaan yang aku ingkari. Masuk lagi orang lain dan membaca Al-Qur`an dengan bacaan yang berbeda.” Maka Rasulullah menyuruh mereka berdua membaca. Nabi memuji yang mereka berdua lakukan. Dalam jiwaku muncul pendustaan padahal aku tidak berada dalam kejahiliyyahan. Rasulullah melihat apa yang meliputiku, ketika itu Rasulullah langsung mengusap dadaku... Kemudian Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai Ubai, telah diutus malaikat Jibril kepadaku oleh Allah untuk memerintahku membaca Al-Qur`an dalam satu bacaan. Maka aku meminta keringanan bagi umatku. Jibril kembali untuk yang kedua kali, “Bacalah Al-Qur`an dalam dua bacaan.” Maka aku meminta keringanan bagi umatku. Jibril kembali untuk yang ketiga kali, “Bacalah Al-Qur`an dalam tujuh bacaan.” Terakhir Jibril menyampaikan pesan dari Allah, “Pada setiap permohonan keringanan yang engkau sampaikan ada kesempatan bagimu untuk meminta kepada-Ku.” (Maka aku memohon,) “Wahai Allah ampunilah umatku, wahai Allah ampunilah umatku, karena untuk yang ketiga itu semua makhluk membutuhkan diriku hingga Nabi Ibrahim sekalipun.”.” [Shahih Muslim no. 1356; Shahih Al-Jami’ no. 7841]
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi mengisahkan, “Jibril membacakan Al-Qur`an kepadaku dengan satu huruf, lalu aku meminta tambahan kepadanya, dan dia menambahkan. Dan aku masih saja meminta tambahan, Jibril juga terus menambahkan, sampai berakhir pada tujuh huruf.” [Shahih Al-Bukhari no. 3047; Shahih Muslim no. 879. Shahih Al-Jami’ no. 1162]
Yang dimaksud varian huruf Al-Qur`an adalah cara baca yang berbeda-beda dalam pengucapan, namun memiliki kesamaan makna. Ada pula yang tidak sama maknanya, tapi hanya merupakan perbedaan variatif, bukan kontradiktif apalagi paradoksal. Entah apa yang melatarbelakangi Rasulullah meminta varian huruf Al-Qur`an tersebut. Yang pasti itu adalah kebaikan yang beliau inginkan, atas bimbingan langsung dari Allah, bukan keburukan ataupun kesia-siaan.
Berkata Asy-Syaikh Doktor Muhammad Musa Nashr dalam Fadha’il Al-Qur`an wa Hamalatihi fi As-Sunnah Al-Muthahharah, Hadits-hadits tentang turunnya Al-Qur`an dengan tujuh huruf di atas banyak diperselisihkan maknanya oleh para ulama, hingga mencapai tiga puluh lima pendapat. Namun yang dirajihkan oleh Ibnu Al-Jazri, tujuh huruf tersebut bervariasi dalam tujuh aspek, tidak lebih. Beliau berkata, “Saya sulit memahami hakekat hadits ini, sehingga saya terus memikirkan dan menelitinya selama lebih dari tiga puluh tahun. Hingga akhirnya Allah membuka pemahaman saya dengan sesuatu yang mungkin saja benar, insya Allah. Saya telah menelusuri semua jenis qira’ah, baik yang shahih, syadz, dha’if dan munkar. Ternyata titik variasinya terletak pada tujuh aspek, tidak lebih. Tujuh aspek tersebut adalah,
Pertama: Perbedaan terletak pada harakatnya tanpa ada perubahan makna dan bentuk tulisan. Contoh yahsabu dan yahsibu.
Kedua: Perbedaan terletak pada harakat yang diikuti dengan berubahnya kedudukan i’rab sehingga bertukar antara yang menjadi subyek dan obyek, tetapi bentuk tulisannya tetap. Contoh: Dalam surah Al-Baqarah ayat no. 37, ada qira’ah yang menjadikan kata Adam sebagai subyek dan ada qira’ah yang menjadikannya sebagai obyek.
Ketiga: Perbedaan terletak pada huruf yang diikuti dengan perubahan makna namun bentuk tulisannya masih tetap. Contoh: tablu (menguji) dan tatlu (membaca).
Keempat: Kebalikan dari poin ketiga, di mana perbedaan terletak pada bentuk tulisan, bukan maknanya. Contoh: shirath (jalan) dan sirath (jalan).
Kelima: Perbedaan terletak pada huruf dan bentuk tulisan. Contoh: ya’tali (mengabaikan) dan yat`ali (mengabaikan).
Keenam: perbedaan terletak pada kata mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan. Contoh: fayaqtuluna wa yuqtaluna dan fayuqtaluna wa yaqtuluna.
Ketujuh: Perbedaan terletak pada penambahan dan pengurangan. Contoh: wa ausha (dan berwasiat) dan wa washsha (dan berwasiat).
Inilah tujuh aspek yang menjadi titik perbedaan qira’ah (tujuh huruf Al-Qur`an). Atau dengan kata lain, berbagai perbedaan qira’ah yang ada tidak pernah keluarg dari tujuh aspek ini.” [An-Nasyr fi Al-Qira’at Al-‘Asyr, Ibnu Al-Jazri, 1/26]

Ditulis oleh UBER (akronim dari Ust. H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar